Di Kota Hang Ciu,
hidup seorang pedagang bernama Tio Cwan,
pedagang besar ini kaya raya
tapi hanya punya seorang Anak Laki-laki bernama Ci Bing.
* * *
Sudah sejak puluhan tahun lalu,
toko kain sutra-nya di Kota Hang Ciu milik-nya adalah yang terbesar dan terlaris
walau punya banyak uang
dan Putra hanya seorang
tapi Tio Cwan ternyata kikir luar biasa,
iri hati lagi egois.
* * *
Dengan berbagai cara yang tidak halal
dia selalu berupaya memperbanyak uang-nya,
tidak peduli Orang lain rugi atau menderita karena-nya,
di Kalangan Penduduk Kota Hang Ciu
nama-nya dikenal sebagai pemeras dan penindas.
* * *
Di belakang pekarangan toko kain sutra-nya itu
bertempat tinggal seorang Janda dengan 2 Anak-nya yang masih kecil-kecil.
Perempuan itu bertahan hidup bersama ke-dua Anak-nya
dengan menjual tenaga sebagai pencuci piring dan pakaian Keluarga kaya ini,
tempat tinggal mereka hanya-lah gubuk yang sudah sangat rusak lagi rendah,
siang tidak dapat berteduh dari terik matahari,
musim dingin tidak dapat menahan hawa dingin.
Kalau hujan agak deras kecuali bocor,
gubuk itu juga terbenam dalam genangan air banjir.
* * *
Celaka-nya dari gubuk itu untuk menuju ke jalan besar,
tiada jalan yang pantas untuk dilewati,
untuk keluar masuk terpaksa harus lewat pekarangan toko kain Tio Cwan.
Pintu samping yang kecil di belakang perkarangan rumah besar yang ber-dinding tinggi itu
merupakan satu-satu-nya jalan kehidupan Perempuan miskin itu.
* * *
Suatu malam terjadi kebakaran besar yang tak terkendali lagi,
nyala api berawal dari Tetangga yang berjualan makanan,
begitu sang jago merah mengamuk,
asap tebal membumbung tinggi ke Angkasa,
rumah-rumah di sekitar-nya lekas sekali ter-jilat api,
termasuk juga gubuk tempat tinggal Perempuan miskin dengan ke-dua Anak-nya itu.
* * *
Dengan memeluk ke-dua Anak-nya
Perempuan miskin itu berlari di tengah amukan api dan asap,
maksud-nya akan menyelamatkan diri
lewat pintu kecil di samping pagar tembok pekarangan belakang rumah Tio Cwan.
Tapi Tio Cwan khawatir jago merah merambat
dan membakar rumah-nya,
maka ia perintahkan Orang untuk menutup pintu kecil itu,
tak peduli Perempuan miskin dan ke-dua Anak-nya
minta tolong menjerit-jerit sambil menangis,
bukan saja tidak terharu atau membuka pintu,
bahkan ia mengunci dengan menggunakan induk kunci pintu kecil itu dari dalam
dan melarang siapa pun membuka pintu itu.
* * *
Akhir-nya Perempuan miskin dan ke-dua Anak-nya mati terbakar.
Tio Cwan yang kejam dan tanpa belas kasihan
secara tidak langsung telah membunuh 3 jiwa,
melenyapkan Keluarga yang menghuni gubuk itu.
* * *
Tahun ke-2 mendadak Tio Cwan mati
karena penyakit jahat menyerang diri-nya.
* * *
Tidak lama setelah Tio Cwan meninggal,
Putra-nya Ci Bing yang sudah dewasa
suatu malam ber-mimpi bertemu dengan Ayah-nya
yang berkata kepada-nya,
"Waktu hidup aku dulu ter-amat jahat dan kejam,
3 jiwa penghuni gubuk di belakang itu
secara tidak langsung
aku-lah yang membunuh mereka,
dosa-ku sungguh tidak terampunkan lagi,
Giam Ong tidak memberi-ku izin untuk menitis kembali ke Dunia,
bahkan aku dipaksa masuk ke perut hewan
dan lahir sebagai Anak babi,
saat ini aku berada di rumah Keluarga Lie
tukang jagal babi di luar kota.
Di rumah-nya ada 4 ekor babi
yang tubuh-nya ber-bulu kembang itu-lah aku.
Pergi-lah kau membeli-ku dari tukang jagal She Lie itu
supaya esok pagi
aku tidak di-jagal oleh-nya,
habis bicara air mata bercucuran
pertanda betapa sedih hati-nya".
* * *
Ci Bing terjaga bangun
di tengah isak tangis-nya sendiri,
masih jelas dalam ingatan-nya tentang mimpi yang dialami barusan.
Esok pagi segera ia ke rumah tukang jagal She Lie
memang dalam kandang terdapat 4 ekor babi.
Babi kembang yang masih kecil itu berlari ke arah-nya
sambil meng-goyang ekor
dengan mengeluarkan dengkur yang memilukan,
seperti minta dikasihani.
* * *
Perih rasa hati Ci Bing,
ia tahu babi kembang ini-lah penitisan Ayah-nya.
Meski harga cukup tinggi,
babi kembang itu ia beli dari tukang jagal She Lie,
se-tiba di rumah
ia suruh membersihkan sebuah kamar di bagian belakang
sebagai tempat tinggal babi kembang itu,
dipilih-nya seorang Pembantu-nya
untuk merawat dan melayani keperluan babi kembang itu.
Setiap hari harus dimandikan, mencuci dan membersihkan kamar-nya.
* * *
Ci Bing tahu
se-masa hidup Sang Ayah suka menghisap rokok dan minum arak,
maka tiap kali makan terlebih dulu menyediakan sepiring arak,
makanan yang disajikan juga merupakan bahan pilihan
setelah makan baru diberi rokok,
terlebih dulu tembakau dimasukkan ke dalam pipa cangklong (pipa lengkung untuk menghisap tembakau),
setelah dinyalakan dan menyala baru ujung cangklong dimasukan ke dalam mulut babi.
* * *
Begitu-lah selama lima enam tahun
babi kembang yang semula cilik tumbuh menjadi babi kembang yang gemuk dan besar,
porsi yang diberikan tidak pernah berubah
hanya ditambah lebih banyak jumlah-nya.
* * *
Suatu malam dalam mimpi-nya
Ci Bing berjumpa pula dengan Sang Ayah,
begini kata Sang Ayah,
“Laku bakti-mu sungguh patut dipuji,
namun aku sungguh menyesal.
Ketahui-lah bahwa dosa kesalahan-ku ter-amat berat,
setelah mati ternyata aku harus hidup kembali menjadi binatang,
itu-lah memang balasan yang semesti-nya,
kalau kau melayani-ku seperti ini,
bukan berkurang dosa-ku bahkan akan lebih berat,
selanjut-nya jangan memandikan aku,
jangan memberi aku minum arak dan rokok,
beri-lah makan selayak-nya saja.”
* * *
Terpaksa Ci Bing mematuhi pesan Ayah-nya,
terus merawat babi kembang itu sampai beberapa tahun lagi.
Kejadian ini sudah bukan rahasia lagi bagi Penduduk Kota Hang Ciu,
sepanjang tahun menjadi buah bibir Masyarakat ramai.
Yang pasti pada Tanggal 1 April 1928,
kejadian ini pernah dimuat dalam salah satu surat kabar dalam kolom berita di Kota Shanghai.