7. Anak Cucu Terkena Akibat dari Orangtua-nya


Gi Ong dilahirkan di Kota Kiang Im, 

Pemuda yang punya pambek besar dan pandangan luas, 

sekian tahun ia rajin belajar dan meng-gembleng diri, 

nama-nya terkenal, 

banyak Orang beranggapan Pemuda ini mempunyai masa depan yang gilang gemilang. 


* * *



Pertengahan tahun 

tatkala Kaisar Kian Liong ber-tahta 

ia mengikuti ujian Negara 

yang diadakan di Kota-nya. 

Sebelum ia selesai mengerjakan kertas ujian 

mendadak muka-nya berubah pucat pasi (putih pudar), 

badan gemetar, 

keringat dingin bercucuran 

sambil memegangi kertas ujian dan alat tulis yang dibawa-nya 

ia berjalan keluar dari ruang ujian.


* * *



Seorang Pengawas ujian yang berdiri tidak jauh dari tempat duduk-nya 

amat kaget melihat keadaan-nya, 

segera ia menghampiri serta membimbing-nya keluar 

serta menanyakan diri-nya kenapa, 

dengan suara sedih dan gemetar 

Gi Ong menjelaskan, 

selama 20 tahun lebih, 

Almarhum Ayah-ku menduduki jabatan tinggi, 

sejak menunaikan tugas Beliau bertindak dengan adil 

dan selalu mematuhi Undang-undang, 

tak pernah melakukan perbuatan yang merugikan Orang lain, 

tak nyata menjelang ajal-nya 

Beliau berkata di depan kami 4 (empat) ber-Saudara dengan tersedu-sedu. 

Selama hidup-ku 

belum pernah aku melakukan perbuatan yang mengingkari hati nurani, 

ku-kira kalian sudah tahu semua.


* * *



Tapi pernah satu kali, 

waktu itu aku berkuasa menjadi Bupati di Kim Leng 

karena menerima suap 2.000 tail perak, 

tanpa sadar aku membunuh 2 Terhukum yang sebenar-nya tidak berdosa. 

Sejak setengah bulan lalu 

aku jatuh sakit 

keadaan ku makin parah, 

saat aku pingsan 

Arwah-ku pernah diseret Setan yang bertugas di Akhirat di sana, 

aku bertatap muka dengan Arwah 2 Orang yang mati penasaran 

karena aku-lah yang memerintahkan membunuh mereka, 

putusan Pengadilan di Akhirat menghukum aku, 

setelah mati 

aku harus menerima balasan di Akhirat, 

juga harus putus Keturunan.


* * *



Untung Kakek Moyang-ku banyak menimbun Jasa-jasa baik, 

sering menolong Anak-anak yatim piatu, 

maka hukuman sedikit diperingan 

yaitu selama 5 Generasi mendatang 

aku hanya memperoleh seorang Putra 

semua-nya akan hidup dalam kemiskinan. 


* * *



Maka aku anjurkan kalian harus banyak berbuat Kebajikan, 

jangan sekali-kali serakah akan harta dan pangkat serta kedudukan tinggi, 

kalau kalian mengabaikan pesan-ku ini, 

itu berarti akan menambah dosa-dosa-ku. 

Sebelum habis memberikan pesan-nya, 

Ayah meninggal dunia.


* * *



Dalam jangka waktu kurang dari 5 tahun, 

harta warisan Orangtua habis sama sekali, 

dari Keluarga yang terpandang 

kami menjadi warga yang tidak punya apa-apa lagi, 

2 Kakak-ku mati karena sakit 

demikian pula seorang Adik-ku meninggal di rantau, 

sampai sekarang hanya aku seorang yang masih hidup. 


* * *



Sebetulnya aku tidak punya rencana untuk mengikuti ujian 

tapi karena keadaan-ku terlalu miskin,  

Teman dan Para Famili juga menganjurkan 

supaya aku merubah nasib, 

baru dengan perasaan tidak tenang, 

aku memberanikan diri mengikuti ujian ini.


* * *



Ternyata dalam mimpi semalam 

ku-lihat Ayah datang dengan muka sangat marah, 

ia menuding dan memaki, 

"Kau tidak memupuk Kebaikan untuk meringankan dosa-ku 

malah serakah akan harta dan kedudukan, 

kau berani melanggar pesan-ku 

sungguh Anak yang tidak berbakti, 

habis bicara 

dengan tinju-nya 

ia memukul meja dengan keras 

lalu pergi dengan muka merah padam".


* * *



Kalau aku membayang kejadian masa lalu, 

mengingat mimpi-ku semalam, 

aku tahu betapa besar dosa-ku 

dengan mengikuti ujian kali ini, 

hal ini akan menambah berat dosa Ayah 

dan membuat diri-ku sendiri celaka 

maka aku merubah tekad-ku semula, 

ujian ku-hentikan sampai di sini, 

sepulang nanti 

aku akan men-cukur rambut menjadi Hwesio, 

aku akan mengasingkan diri di Gunung 

untuk menghabiskan sisa hidup-ku yang merana ini, 

dengan demikian yakin akan dapat memperingan dosa Arwah Ayah di Alam baka, 

itu-lah keinginan-ku satu-satu-nya sekarang.


* * * 



Mendengar penjelasan Gi Ong, 

Pengawas ujian itu ikut mencucurkan air mata 

karena sangat terharu. 

Di tengah cucuran air mata mereka itu-lah 

ke-dua-nya saling berjabat tangan 

lalu berpisah dengan rasa sendu. 

Kisah yang benar-benar terjadi ini 

diceritakan oleh Pengawas ujian itu kepada Istri-nya di rumah 

maka makin luas-lah cerita ini 

di kalangan Masyarakat banyak.