4. Malaikat Petir Menghukum Pencuri Cilik


Di Kota Coh Ngo dalam Karesidenan Siau Hin 

hidup-lah seorang Laki-laki bernama Sim Toa Mao 

yang kerja-nya mengemudi perahu penyeberangan. 

Sim Toa Mao adalah Orang yang setia dan jujur, rajin bekerja, 

beruntung ia menikah dengan seorang Perempuan 

yang juga welas asih dan ber-kepribadian luhur.


* * * 



Dari Istri-nya ini, Sim Toa Mao memperoleh dua orang Anak, 

yang besar Perempuan bernama Ling Ing, kini berusia 14 tahun, 

Adik-nya Laki-laki berusia 9 tahun. 


Meski Keluarga ini tidak kaya, 

kalau tidak mau dikata pas-pas-an, 

tapi karena setiap hari ia bisa menabung untuk memperbaiki rumah 

dan membiayai Putra-Putri-nya sekolah, 

se-Keluarga 4 jiwa ini boleh di-kata dalam suasana tenang dan bahagia.


* * *



Sim Toa Mao punya seorang Teman bernama Thong Toa, 

juga seorang Laki-laki baik, polos dan sederhana, 

semula ia juga hidup dalam satu kampung, 

sejak kecil mereka adalah Teman main hingga ber-anjak dewasa bersama, 

begitu akrab dan dekat seperti Saudara sekandung saja. 


* * *



Belakangan Thong Toa ter-paksa pindah ke sebuah Kota kecil 

yang terletak agak Selatan 

dan terpaut sekitar 30 li jauh-nya, 

banyak tahun mereka sudah tidak pernah hubungan lagi.


* * *



Tanggal 24 Bulan 12 Tahun ke-3 Dinasti Tong Ti berkuasa, 

untuk membeli kebutuhan Tahun Baru, 

hari itu Thong Toa berangkat ke Kota Siau Hin. 

Setelah lewat zuhur baru ia berangkat pulang, 

tapi karena perjalanan teramat jauh, 

mana lagi Bulan 12 biasa-nya siang hari lebih pendek dari malam hari, 

baru jam 6 sore hari sudah petang dan gelap, 

angin malam juga menghembus kencang, 

hawa terasa amat dingin, 

dalam keadaan cuaca seburuk itu 

jelas tak mungkin Thong Toa menempuh perjalanan. 


* * * 



Kebetulan ia harus lewat Kota Coh Ngo, 

maka ia ambil keputusan untuk mampir ke rumah Sim, 

Thong Toa maksud-nya untuk ber-malam di rumah Teman-nya itu.



Kedatangan Thong Toa maksud-nya untuk ber-malam di rumah Teman-nya itu. 

Kedatangan Thong Toa sungguh di luar dugaan, 

Sim Toa Mao se-keluarga menyambut dengan senang gembira, 

Anak-nya segera di-suruh beli arak, 

sementara Istri-nya turun ke dapur memasak beberapa hidangan 

untuk men-jamu Teman-nya yang sudah lama berpisah ini. 


Memang sudah sekian tahun mereka berpisah dan tak pernah bertemu, 

hingga mereka mengobrol tanpa kenal waktu, 

masing-masing menceritakan pengalaman hidup selama ini.


* * * 



Setelah lewat tengah malam baru mereka masuk tidur, 

Thong Toa tidur di sebuah kamar tamu 

yang sudah dipersiapkan Istri Sim Toa Mao. 

Menjelang tidur Thong Toa menaruh barang-barang bawaan-nya di bawah kaki tempat tidur-nya, 

termasuk juga kantong berisi uang titipan Teman dan Famili-nya di Kota 

yang harus disampaikan kepada Keluarga-nya di Desa.


* * *



Esok hari-nya setelah makan pagi Thong Toa pamitan 

lalu berangkat dengan menggendong barang-barang bawaan-nya 

termasuk kantong uang-nya. 

Namun di tengah jalan baru ia menyadari 

bahwa kantong uang-nya yang semula berat 

kini terasa jauh lebih ringan, 

seketika ia sadar bahwa pasti ada apa-apa yang tidak beres, 

lekas ia buka kantong uang-nya serta mengeluarkan isi-nya, 

ternyata uang titipan Teman dan Famili-nya 

yang tersimpan dalam kantong sendiri sudah lenyap 

entah hilang ke mana. 


* *  *



Segera Thong Toa kembali ke rumah Sim Toa Mao, 

untung Sim Toa Mao hari itu terlambat berangkat kerja, 

secara sabar ia jelaskan persoalan-nya. 

Sudah tentu Sim Toa Mao dan Istri-nya kaget, 

tercengang juga heran di samping juga amat malu, 

saat itu juga Suami Istri ini mencari dan mencari se-isi rumah 

seperti di-bongkar layak-nya, 

hampir setengah hari mereka menggeledah rumah itu 

tanpa berhasil menemukan kantong uang yang hilang.


* * *



Apa boleh buat dalam keadaan terpaksa 

akhir-nya Thong Toa ber-pamitan. 

Ia berangkat pulang dengan hati kesal, kecewa dan sudah tentu juga marah serta penasaran. 

Ia sadar bahwa uang sebanyak itu adalah titipan Para Kawan dan Famili 

untuk Keluarga-nya di Desa 

yang akan digunakan untuk merayakan Tahun Baru, 

kini seluruh-nya hilang dan lenyap, 

tak karuan parah-nya 

bagaimana ia harus bertanggung jawab atas semua kehilangan ini, 

apakah ada muka ia pulang menemui mereka ?. 

Rasa malu, menyesal dan sedih berkecamuk dalam sanubari-nya, 

langkah-nya menjadi ragu. 

Belum jauh ia meninggalkan rumah Sim Toa Mao, 

di saat ia melewati jembatan 

akhir-nya ia mengambil jalan pintas 

dengan nekat ia menerjunkan diri ke sungai, bunuh diri. 

Peristiwa yang menggenaskan ini terjadi pada Tanggal 26 Bulan 12 Tahun Ke-3 Dinasti Tong Ti, 

tatkala Kerajaan Ceng masih kuat berkuasa di daratan Tiongkok.


* * *



Tanggal 23 Bulan 1 Tahun berikut-nya cuaca cerah, 

Langit meski hujan, salju masih sering turun, 

tapi hawa sudah mulai terasa hangat, 

pepohonan sudah bersemi menyambut kedatangan musim semi 

yang tidak lama lagi bakal tiba. 


* * *



Lewat zuhur cuaca mendadak berubah, 

awan mendung, angin menghembus kencang, 

hujan deras pun turun dengan lebat-nya, 

cahaya kilat menyambar-nyambar 

disertai halilintar yang menggelegar, 

se-olah-olah semesta Alam ini di-amuk badai. 


* * * 



Tiba-tiba terjadi sebuah ledakan dahsyat yang nyaring sekali 

seperti menggoncang Bumi. 

Sederetan sinar kilat disertai halilintar yang ber-gemuruh 

menyambar dari udara menembus atap rumah Sim Toa Mao, 

tahu-tahu Putri Sulung Sim Toa Mao yang bernama Ling Ing terlempar tinggi ke udara 

lalu jatuh di tengah jalan di depan rumah, 

dalam gaya berlutut seluruh badan-nya menyala di-jilat api. 


* * *



Peristiwa tak terduga ini sungguh membuat pecah nyali Sim Toa Mao, 

ia juga belum menyadari apa sebetulnya yang terjadi, 

yang pasti atap rumah-nya runtuh dan ambruk disambar petir, 

dengan badan gemetar 

ia lari keluar dari kamar tidur 

serta ber-sembunyi di balik dapur.


* * * 



Berselang beberapa waktu kemudian, 

baru ia berani ber-anjak keluar, 

di-lihat-nya atap bagian dapur-nya rusak hebat, 

demikian pula tungku besar di dapur-nya juga hancur berantakan, 

di bagian pojok dalam yang tidak terjilat api, 

di-lihat-nya sebuah bungkusan besar, 

dengan rasa heran dan takut 

ia maju dan menarik keluar,  

setelah dibuka isi-nya ternyata kantong berisi uang kepunyaan Thong Toa yang dinyatakan hilang itu, 

di dalam-nya juga terdapat beberapa pucuk surat dari Orang-orang 

yang menitipkan pada Thong Toa untuk Keluarga-nya di Desa.


* * *



Segera ia lari keluar dari dapur, 

kebetulan Istri-nya juga berlari keluar dari kamar, 

sambil menjerit-jerit dan meratap. 

Waktu mereka membuka pintu rumah 

di-lihat-nya Putri Sulung-nya Ling Ing sudah terbakar hangus 

di tengah jalan tepat di depan rumah mereka sendiri. 


* * * 



Baru sekarang Sim Toa Mao sadar 

bahwa uang titipan yang dibawa Thong Toa itu hilang 

karena di-curi Putri-nya 

dan disembunyikan dalam tungku di dapur.


* * * 



Tanpa sebab tiada alasan, 

namun jiwa Thong Toa berkorban dengan sia-sia. 

Ling Ing sendiri mungkin juga tidak tahu, 

tidak menyadari akan dosa perbuatan-nya, 

tapi kesalahan-nya itu jelas sudah membunuh seorang Lelaki yang jujur 

karena meninggal penasaran, 

sudah tentu nyawa-nya tetap bergentayangan 

dan berusaha menuntut balas, 

kebetulan Malaikat yang bertugas 

memang merasa ber-kewajiban memberikan hukuman setimpal 

kepada Anak Perempuan yang memang belum dewasa ini. 



Maka peristiwa itu pun terjadi tanpa bisa dihindarkan pula. 

Cerita ini memang sungguh-sungguh terjadi. 

Bagaimana kesan Anda sebagai Ayah Ibu yang teramat memanjakan Putra Putri-nya.