3. Laki-laki yang Bertobat


Pelatih dan Guru silat itu bernama Tan Kin, 

perawakan-nya tinggi kekar, 

39 tahun yang lalu ia dilahirkan di Karesidenan Ji-mau, 

karena mahir ilmu silat dan kepandaian-nya memang cukup kebal, 

maka ia amat di-segani dan di-takuti, 

merasa diri-nya kuat dan pemberani, 

ia sering berbuat sewenang-wenang main pukul 

meski Masyarakat luas takut pada-nya 

tapi banyak Orang meremehkan diri-nya. 


* * * 



Malam itu pada Tanggal 11 Bulan 6 Tahun Bouw Sut Dinasti Ka Hing, 

dalam tidur-nya yang lelap, 

Tan Kin ber-mimpi diri-nya berada di luar pintu Kota Selatan, 

kebetulan saat itu diri-nya sedang lewat di depan Kelenteng 

ber-anjak keluar seorang Dewi ber-pakaian hijau pupus, 

menggapai tangan ke arah-nya serta mengundang-nya masuk ke dalam, 

di-lihat-nya dalam ruang pemujaan asap dupa menggumpal tinggi, 

sepanjang serambi berjejer dua baris Petugas-petugas 

yang semua ber-tampang seram mirip Setan 

dengan senjata yang gemerdep tajam, 

karena sangat kaget dan takut 

Tan Kin merasakan lutut-nya goyah 

badan pun gemetaran mengeluarkan keringat dingin, 

lekas ia menjatuhkan diri di undakan batu 

serta ber-lutut dan menyembah. 


* * *



Di-dengar-nya Te Cong Ong Pou Sat yang ber-duduk di atas tahta berkata kepada-nya, 

Tan Kin ketahui-lah bahwa Kakek Moyang-mu adalah Orang-orang yang arif bijaksana 

demikian pula Almarhum Ibu-mu adalah Perempuan suci bersih. 

Bahkan sepanjang tahun dia sujud Sembahyang dan menyembah Hud Co, 

banyak ber-derma terhadap kaum miskin. 

Kebajikan yang telah dipupuk-nya tinggi 

sebetul-nya dapat membuat-mu menjadi seorang agung yang terhormat 

tapi karena watak-mu buruk, galak lagi kejam, 

berapa kali kau berbuat sewenang-wenang, 

tidak mau bekerja secara halal, 

sehingga segala Pahala dan Rejeki yang telah di-pupuk Kakek Moyang-mu 

menjadi impas dan habis sama sekali. 


* * *



Dalam usia-mu yang ke-40, 

kau akan mulai memperoleh balasan setimpal dari seluruh perbuatan buruk-mu selama ini. 

Terutama waktu seorang Teman memberi-mu se-jilid Kitab Suci Giok Lek, 

bahwa kau sendiri tidak mau percaya, 

tapi juga tidak kau berikan kepada Orang lain, 

itu berarti kau menghalangi Orang lain berbuat bajik terhadap Sesama-nya, 

perbuatan-mu ini juga merupakan dosa yang tidak terampunkan lagi. 

Maka pada Bulan 8 Tahun ini, 

kau akan memperoleh hukuman setimpal, 

sakit berat dan akhir-nya mati mengenaskan. 

Tan Kin bangun melompat kaget dari mimpi-nya. 


* * *



Se-saat lama-nya ia termenung 

serta membayangkan kejadian beberapa tahun lalu, 

memang di kala ia dalam perjalanan ke Kim Ling untuk ikut ujian Negara, 

di tengah jalan 

ia berjumpa dengan Anak-nya Oei Lek Ceng dari Karesidenan Gi Seng, 

yang menitipkan se-jilid Kitab Giok Lek 

untuk disampaikan kepada seorang Teman, 

kebetulan Teman-nya ini tinggal se-rumah di Kam Ling, 

tapi karena waktu itu ia sibuk mempersiapkan diri mengikuti ujian, 

ia lupa menyampaikan Kitab Suci itu kepada pihak yang semestinya menerima buku itu. 

Padahal kejadian ini sudah beberapa tahun berselang, 

sudah lama ia lupakan, 

kini mesti di-ingat-nya kembali lewat mimpi tadi, 

tapi ibarat nasi sudah jadi bubur, 

apa pula yang dapat dilakukan, 

apalagi ia pikir kejadian dalam mimpi mana bisa di-anggap sungguhan, 

meski setengah percaya juga setengah bimbang 

namun persoalan ini selalu menganggu dalam sanubari-nya, 

hingga untuk beberapa waktu lama-nya, 

makan tidur menjadi tidak tenang dan was-was. 


* * *



Tanggal 16 Bulan 8, pagi-pagi sekali, 

Tan Kin sudah bangun 

karena mendadak ia merasakan dada-nya terasa perih, 

kaki tangan menjadi kaku, 

keringat dingin, mata kunang-kunang, 

kepala terasa berat pusing-nya luar biasa. 

Dalam hati Tan Kin maklum bahwa bencana telah mengancam jiwa-nya, 

lekas ia turun dari pembaringan 

lalu ber-lutut di lantai ber-doa 

serta mengucapkan sumpah 

bahwa selanjutnya ia akan berubah watak dan menjadi Manusia baik-baik, 

setelah sekian lama ia memanjatkan doa, 

perlahan-lahan rasa pusing dan perih mulai berkurang. 


* * *



Setelah menarik napas panjang beberapa kali, 

ia benar-benar merasakan penderitaan-nya agak ringan, 

tanpa menghiraukan segala akibat-nya 

ia merangkak ke arah meja dan berusaha berdiri. 

Setelah menarik kursi ia duduk, 

dengan tangan gemetar ia mengambil alat tulis dan mengeluarkan kertas, 

saat itu juga ia menulis janji secara ringkas tapi jelas 

bahwa ia merasa ber-tobat serta mengutuk perbuatan dosa-nya sendiri, 

ber-janji selanjut-nya akan ber-sujud kepada Hud Co 

mohon pengampunan supaya diperpanjang usia-nya, 

ia ber-tekad akan ber-derma menolong si miskin dan membantu yang lemah, 

juga akan mencetak Kitab Giok Lek 

serta menganjurkan Orang banyak untuk membaca dan mempercayai-nya 

dengan semua janji-nya itu 

ia berharap dapat menebus dosa-dosa-nya. 


* * *



Habis menulis surat janji-nya itu, 

ia menunggu beberapa saat setelah tinta kering lalu di-bakar. 

Rasa pusing di kepala dan perih di dada tadi memang cukup menyiksa dan membuat-nya menderita, 

setelah mem-bakar surat janji-nya 

tanpa terasa ia mendekap kepala langsung tertidur nyenyak di atas meja. 

Malam ke-dua, 

Tan Kin kembali ber-mimpi di-panggil oleh Dewi baju hijau pupus 

yang membawa-nya masuk ke dalam Kelenteng. 


* * *



Tan Kin ber-lutut pula di undakan yang paling bawah, 

sementara Dewi baju hijau ber-anjak ke samping Te Cong Ong Pou Sat entah membisikkan apa, 

seperti memberi laporan atau mungkin juga memohonkan pengampunan bagi diri-nya, 

beberapa waktu kemudian baru menghampiri diri-nya 

serta berkata dengan sikap serius, 

"Pou Sat berkenan memberi pengampunan kepada-mu, 

tapi selanjutnya kau harus benar-benar patuh 

dan selalu menepati janji-mu sendiri, 

jangan sekali-kali kau lalaikan atau ingkar". 


* * * 



Habis bicara Dewi baju hijau mengibaskan lengan baju-nya, 

Tan Kin merasa diri-nya seperti terlempar keluar, 

di tengah rasa girang-nya itu-lah ia terjaga dari tidur-nya. 

Terasa badan-nya jauh lebih segar 

rasa pusing dan perih di dada juga sudah lenyap, 

hanya tenaga-nya memang masih lemah 

maklum selama sakit ia tidak enak makan, 

tidak nyenyak tidur. 


* * * 



Hari-hari selanjut-nya, 

Tan King benar-benar menepati janji-nya, 

ibarat Manusia yang baru dilahirkan lagi di Dunia ini, 

bukan saja ia menjadi Manusia baik budi, 

suka menolong Orang juga banyak melakukan perbuatan baik untuk kepentingan Orang banyak, 

bahkan sejak hari itu 

ia tidak makan barang ber-jiwa 

juga mencetak Kitab Suci Giok Lek serta disebarluaskan, 

bukan saja Famili dan kenalan-nya, 

kepada khalayak ramai pun 

ia memberikan keterangan tentang manfaat membaca Buku Suci itu. 

Tan Kin betul-betul mewarisi tekad Kakek Moyang-nya, 

bukan saja sujud ber-sembah 

yang akhirnya ia juga menjadi Tokoh Masyarakat yang di-segani dan di-hormati.