Sejak umur 7 tahun, Wan Tik Jo, Laki-laki kelahiran Se Yang di Propinsi Su Cwan ini
sudah ditinggal mati Ayah-nya.
Untung Orangtua-nya kaya raya
mewariskan banyak harta benda yang tidak akan habis di-makan sampai tujuh turunan.
* * *
Sejak dilahirkan Wan Tik Jo yang bertubuh cebol
dengan penyakit tulang yang sukar disembuhkan ini,
teramat di-sayang dan dimanjakan oleh Ibu-nya Cau Si,
maklum-lah darah daging satu-satu-nya pewaris Keluarga Wan ini,
benar-benar merisaukan sanubari Sang Bunda
maka dengan berbagai upaya
Cau Si berusaha untuk memberikan yang paling baik lagi pilihan,
untuk itu tak segan-segan kepada Putra yang tunggal ini
ia memberikan makanan yang bergizi tinggi
untuk menunjang kesehatan tubuh-nya yang tidak tumbuh secara normal.
* * *
Hal itu terjadi sejak Wan Tik Jo berusia 5 tahun
dan dinyatakan sembuh dari suatu penyakit
yang hampir melumpuhkan ke-dua kaki-nya,
setiap hari Cau Si menyembelih 2 ekor ayam atau itik,
di-masak dengan racikan obat yang paling mujarab,
kaldu ayam itu diberikan kepada sang Putra.
Untuk membekali makanan ber-gizi Putra-nya ini,
di depan dan di belakang pekarangan rumah-nya
Cau si ber-ternak ayam dan itik secara besar-besaran,
sejak umur 5 tahun sampai Wan Tik Jo berusia 19 tahun,
2 ekor ayam atau itik di-sembelih tiap hari tanpa putus atau ber-henti.
* * *
Lantaran perbuatan Cau Si yang main bunuh unggas secara berkepanjangan ini,
jelas dan pasti bahwa dia tak kan memperoleh pengampunan dan maaf dari Yang Maha Kuasa,
Para Malaikat dan Dewata yang berada di Akhirat justru teramat marah,
karena perbuatan-nya boleh dianggap teramat kejam
dan setimpal kalau diberi ganjaran yang sesuai dengan perbuatan-nya.
* * *
Tatkala Wan Tik Jo berusia 15 tahun,
suatu pagi waktu bangun tidur,
Cau si mendapatkan kulit badan-nya gatal-gatal dan membengkak merah
seperti bekas gigitan nyamuk,
makin lama bercak-bercak merah itu makin meluas ke seluruh badan,
5 hari kemudian bercak-bercak merah itu ber-nanah
dan sakit-nya makin tak tertahankan.
* * *
Belasan Tabib pandai di-undang untuk mengobati penyakit-nya itu,
namun puluhan macam obat sudah ditelan-nya,
tiada satu pun yang dapat menyembuhkan penyakit kulit-nya itu.
Betapa berat dan susah siksa derita yang menimpa Cau si,
dapat-lah kita bayangkan,
namun Ibu yang satu ini tidak pernah mengeluh,
meski bertahun-tahun lama-nya penyakit kulit itu tidak tersembuhkan
bahkan membusuk dan mengeluarkan bau busuk,
namun kasih sayang terhadap Putra-nya tetap tebal,
porsi makanan 2 ayam atau itik tiap hari untuk Putra-nya tetap berlangsung.
* * *
Wan Tik Jo adalah Pemuda yang ber-hati polos dan soleh,
sejak masih kecil ia sudah mengerti bagaimana harus berbakti terhadap Ibu-nya
yang ber-jerih payah merawat dan mengasuh diri-nya yang tanpa daksa,
melihat Ibu-nya dihinggapi penyakit kulit itu.
Pernah timbul hasrat dalam sanubari-nya
untuk membujuk Sang Ibu
supaya menghentikan penyembelihan ayam dan itik itu,
pernah ia membimbing Sang Ibu-nya ke belakang rumah,
melihat tulang-tulang dan bulu-bulu ayam dan itik yang ber-tumpuk meng-gunung,
tapi semua usaha Ibu-nya itu juga untuk menunjang kesehatan diri-nya,
apa pun alasan-nya
Sang Bunda menolak bujukan Putra-nya
untuk menghentikan penyembelihan ayam dan itik.
* * *
Walau hati kecil-nya merasa sedih dan tersiksa
namun Wan Tik Jo tidak bisa berbuat apa-apa,
akhirnya ia mudah saja membiarkan perbuatan Sang Ibu,
menyembelih 2 ekor ayam atau itik tiap hari untuk Putra-nya.
Hari ke hari penyakit Cau Si bertambah parah
selama 7 tahun ia ber-baring di tempat tidur
dengan rintihan dan jeritan-jeritan yang menyayat hati.
Seluruh badan-nya membusuk dan ber-bau.
Menjelang ajal-nya rintihan dan jeritan-nya berubah mirip suara ayam dan itik,
dengan jari-jari ke-dua tangan-nya
ia meng-garuk dan men-cakar kulit badan sendiri,
darah segar tak ter-bendung membasahi seluruh badan,
setelah 7 hari 7 malam ter-siksa dan menderita
baru menghembuskan nafas terakhir.
* * *
Waktu Ibu-nya meninggal, Wan Tik Jo sudah dewasa,
dengan tatapan mata yang cekung,
ia saksikan kematian Ibu-nya yang menimbulkan rasa pedih hati,
sepanjang hari air mata-nya menetes,
hati-nya sungguh sedih seperti di-sayat-sayat.
Ia tahu siksa derita yang dialami Ibu-nya
lantaran dosa-dosa-nya menyembelih ayam dan itik
untuk menunjang kesehatan badan-nya
maka diam-diam ia ber-sumpah untuk ber-pantang membunuh,
di rumah-nya tidak boleh memelihara ayam, itik atau unggas lain-nya,
sejak kematian Ibu-nya
ia mulai makan secara vegetaris,
hidangan yang di-santap-nya tiap hari tiada satu pun barang ber-nyawa.
Tak lupa pagi sore
ia sujud Sembahyang dan memanjatkan doa mohon kemurahan Yang Maha Kuasa
untuk mengampuni dosa-dosa Ibu-nya.
* * *
Beberapa bulan setelah Ibu Wan Tik Jo meninggal dunia.
Cerita ini ber-alih pada seorang Wanita bernama Wan Ling.
Wan Ling adalah Famili dekat Wan Tik Jo,
Anak dari Paman-nya yang tinggal di Desa lain.
Se-tahun yang lalu Wan Ling menikah dengan seorang Pemuda dari Marga Chi,
namun Wan Ling meninggal dunia waktu sulit melahirkan.
* * *
Nah, kisah ini menceritakan Arwah Wan Ling yang sudah meninggal dunia
dipindahkan ke hadapan Giam Lo Ong,
kepada Hakim Pembantu-nya Coh Kang Ong memerintahkan
supaya memeriksa riwayat hidup Wan Ling se-masa berada di Dunia fana.
* * *
Hakim Akhirat memeriksa laporan-nya,
Perempuan ini bernama Wan Ling di-takdir-kan mati waktu melahirkan Anak-nya,
tapi tiga kali ia pernah menasehati Sang Mertua
supaya tidak menebang dan membakar pohon yang menjadi sarang semut.
Pernah pula ia membujuk Sang Suami
untuk mencetak 5.000 jilid buku yang berisi penjelasan pantang membunuh,
dan men-derma uang untuk mencetak 3.000 eksemplar Pang Sing King,
Ajaran yang menganjurkan kepada Manusia
supaya tidak membunuh Sesama-nya
dan membebaskan binatang-binatang peliharaan yang terbelenggu kebebasan-nya.
Hati-nya bijak lagi welas asih,
menurut petunjuk langsung dari Thian Ting,
sepantas-nya ia memperoleh perpanjangan usia selama 15 tahun.
* * *
Maka Coh Kang Ong segera memerintahkan Petugas-nya yang ber-baju hijau
membawa-nya keluar dan di antar kembali ke Dunia fana.
Waktu Wan Ling mengikuti Petugas
yang akan membimbing-nya keluar dari Akhirat,
tatkala tiba di ambang pintu gerbang merah yang berukir warna emas,
mendadak ia mendengar suara yang memanggil nama-nya,
waktu ia menoleh di-lihat-nya seorang Perempuan
dengan rambut yang kurang rapi
dan seluruh tubuh ber-lumur-an darah
sedang melambaikan tangan ke arah-nya,
Wan Ling mengenal Perempuan itu tak lain adalah Bibi-nya Cau Si atau Ibunda Wan Tik Jo.
Sambil meratap Perempuan itu men-jerit ke arah-nya,
se-masa hidup di Dunia fana,
dosa-ku sungguh tidak terampunkan lagi
maka di Akhirat aku tersiksa.
Kalau kau sudah kembali ke Dunia fana,
tolong sampaikan kepada Putra-ku.
Supaya ia banyak ber-Amal dan berbuat Kebajikan menolong Sesama-nya,
bagaimana keadaan-ku selanjut-nya akan ku-kisah-kan pada-nya dalam mimpi.
* * *
Baru saja Cau Si habis bicara,
dari samping pintu muncul Setan Kepala Kerbau berambut merah yang bertampang buas
dengan tombak trisula di tangan-nya,
ia menusuk leher Perempuan itu
lalu diseret masuk ke sebelah dalam,
darah tampak meleleh dari luka di leher Cau Si.
Melihat adegan yang seram menakutkan itu
sungguh pecah nyali Wan Ling,
karena sangat takut badan-nya sampai gemetar
dan mencucurkan keringat dingin,
segera ia membalik badan
lalu ber-lari menyusul Setan baju hijau
yang akan mengantar-nya kembali ke Dunia fana.
* * *
Sudah setengah hari Wan Ling meninggal dunia,
jenazah-nya masih terbaring kaku di pembaringan,
untung belum dimasukkan ke dalam peti jenazah,
badan-nya yang semula sudah dingin dan kaku
tiba-tiba meng-hangat,
tiba-tiba kelopak mata-nya bergerak-gerak
lalu membuka mata dan kaki tangan pun mulai bergerak,
pelan-pelan ia bangun dan duduk,
sudah tentu kejadian yang tak terduga ini mengejutkan dan menggemparkan seluruh Keluarga,
syukur-lah mereka cukup tabah menghadapi kenyataan yang dihadapi ini,
yang paling gembira sudah tentu adalah Suami-nya,
syukur pula Putra yang dilahirkan selamat sehat.
* * *
Beberapa hari kemudian Wan Ling ber-kunjung ke rumah Wan Tik Jo
serta menceritakan pengalaman-nya,
dituturkan pula bagaimana kejadian di ambang pintu gerbang
akhir-nya ia bertemu Ibu Wan Tik Jo
serta pesan yang minta disampaikan kepada Putra-nya.
Wan Tik Jo memang Anak berbakti,
setelah ia tahu penderitaan yang dialami Ibu-nya di Akhirat,
betapa sedih dan pilu hati-nya.
Sejak hari itu ia bekerja lebih keras,
berupaya melakukan Kebaikan,
ber-Amal menolong si miskin.
* * *
Mengadakan Upacara Sembahyang yang di-pimpin kawanan Hwesio,
sementara setiap pagi dan sore
Wan Tik Jo sendiri juga selalu membaca Mantra
dengan harapan dapat menebus dosa-dosa Ibu-nya,
selama 19 tahun tak pernah Wan Tik Jo merasa jemu atau bosan,
padahal waktu itu usia-nya sudah 38 tahun,
namun selama ini belum pernah ia mendapat mimpi dari Ibu-nya.
Istri Wan Tik Jo dari Marga Si,
segenap Keluarga Mertua-nya juga dianjurkan untuk ber-Amal
dan banyak melakukan perbuatan baik bagi Sesama-nya,
Penduduk Desa juga dianjurkan untuk tidak membunuh,
dianjurkan untuk mencetak Kitab-Kitab Suci,
serta ikut menyebarluaskan Ajaran Agama.
* * *
Suatu ketika, waktu Wan Tik Jo berkunjung ke rumah Mertua-nya
secara tidak sengaja di kamar Ayah Mertua-nya
ia menemukan sejilid Buku "GIOK LEK ".
Kitab Suci yang kuno, hati-nya amat senang dan riang,
lalu di-bungkus-nya hati-hati serta di-bawa pulang.
Malam itu juga ia mulai menyalin hingga 120 jilid,
108 jilid di antara-nya ia berikan kepada Tokoh-tokoh Masyarakat dan Orang-orang Ternama.
* * *
Tatkala itu Kaisar Kian Liong sudah ber-tahta puluhan tahun,
pada malam Hari Raya Goan Siau,
di kamar-nya Wan Tik Jo duduk melepas lelah,
sangat capek sehingga ia terlena sebentar,
saat itu-lah mendadak ia memperoleh mimpi secara tiba-tiba
Ibu-nya datang dan meng-usap punggung-nya,
suara-nya lembut, "Putra-ku memang amat berbakti".
Karena kamu menyalin Kitab GIOK LEK
dan banyak menganjurkan Orang ber-Amal dan berlaku bajik,
ada 49 Orang dapat kau sadarkan,
kini mereka juga mulai ber-Amal
dan ber-dharma kepada Manusia
maka Giok Ong memberi izin kepada-ku
untuk menyampaikan pesan ini lewat mimpi.
* * *
Pada Tanggal 18 tengah malam yang akan datang,
aku akan mendapat pengampunan
untuk menitis hidup kembali ke Dunia fana.
Kau Putra-ku karena kau juga banyak ber-Amal dan berlaku bajik,
engkau akan peroleh banyak Rejeki dan berumur panjang.
Tak terlukiskan,
betapa senang-nya Wan Tik Jo dapat bertemu dengan Ibu-nya,
karena sangat gembira
maka air mata-nya tak tertahankan lagi,
se-ketika ter-bayang oleh-nya akan Ayah-nya yang juga sudah meninggal dunia,
maka ia ber-tanya kepada Sang Ibu
" Dimana-kah Ayah sekarang ?".
* * *
Ibu-nya menjelaskan sudah lama menitis hidup di Dunia,
semula ia seorang Pelajar miskin,
tapi karena ia banyak berbuat baik,
keadaan-nya sekarang sudah mulai makmur.
Dimana-kah tempat tinggal-nya ?. Desak Wan Tik Jo
tapi Ibu-nya tidak mau menjelaskan,
malah mendorong-nya perlahan
hingga Wan Tik Jo jatuh dari kursi,
se-ketika ia ter-jaga.
Apa yang ia peroleh dalam mimpi,
dijelaskan kepada Istri-nya,
tapi sikap Istri-nya ragu-ragu,
semua ini ku-kira hanya-lah ilusi-mu sendiri,
dari pagi sampai malam kau hanya sibuk menyalin Kitab Suci,
sudah tentu kau mudah ter-pengaruh oleh keinginan yang tinggi (angan-angan yang bagus).
Di Dunia ini ku-rasa tak mungkin terjadi kisah yang kau ceritakan itu.
* * *
Esok hari-nya, Wan Tik Jo ber-Sembahyang di pusara Ibu-nya,
sambil menaikkan dupa ia ber-doa,
"Se-malam Anak ber-mimpi bertemu dengan Ibu,
tapi Istri-ku tidak percaya,
mohon Ibu memberikan mimpi sekali lagi,
supaya Menantu-mu itu yakin dan percaya betul ada-nya mimpi ini".
Tengah malam itu Wan Tik Jo ber-mimpi lagi bertemu Ibu-nya,
begitu datang Ibu-nya langsung menuding Menantu-nya
dan menegur-nya dengan pedas,
"Kau tidak senang Suami-mu menyalin Kitab “GIOK LEK”,
secara diam-diam kau merobek 5 jilid.
Hampir saja urusan baik ini kau gagalkan,
masih berani kau mengadu domba kami Ibu dan Anak,
kau sungguh tidak ber-akhlak,
memalukan Keluarga saja,
ingat bencana akan segera menimpa-mu.
Wan Tik Jo melonjak bangun dari tidur-nya
karena sangat kaget mendengar teguran Ibu-nya,
seketika ia tanya kepada Istri-nya
apa benar ia merobek 5 Kitab “GIOK LEK” ?.
* * *
Dengan tegas Istri-nya meng-ingkari,
justru mengomel
"Kitab GIOK LEK” itu kau sendiri yang menulis-nya dengan ke-dua tangan-mu,
pula kau serahkan kepada Orang,
sisa-nya kau simpan dan di-kunci dalam lemari,
kapan aku pernah menyentuh-nya.
Kau sendiri juga tak pernah merasa kehilangan meski 1 buku saja,
tanpa sebab kenapa justru aku yang kau jadikan sasaran ?".
Mendengar penjelasan Istri-nya
Wan Tik Jo menjadi bimbang
apa yang di ucapkan Istri-nya juga masuk di akal,
karena selama ini belum pernah ia kehilangan Kitab GIOK LEK,
mana mungkin ada 5 buku yang di-sobek Istri-nya.
* * *
Tengah malam Tanggal 17,
Wan Tik Jo kembali ber-mimpi
di-lihat-nya Sang Ibu menyeret Istri-nya ke depan-nya.
Ibu Wan Tik Jo memaki-nya sambil menuding
Tangal 6 Bulan 7 Tahun lalu,
dengan Ciu Hong Koh tetangga kita itu,
waktu kalian menyulam kembang,
kau menindih beberapa lembar Kitab GIOK LEK
di antara tumpukan sulaman kaos kaki,
perbuatan-mu ini sudah melanggar pantangan besar.
Malam ke-dua,
kau marah terhadap Wan Tik Jo
karena melarang Hong Koh datang ke rumah kita,
lalu kau robek 5 jilid Kitab GIOK LEK.
Tanggal 8 pagi,
kebetulan Adik kandung-mu Si Hok datang ke rumah kita.
Dia melihat kau merobek 5 Kitab Giok Lek itu,
takut di-maki dan di-hajar Wan Tik Jo secara diam-diam
ia bawa pulang ke-5 Kitab Giok Lek yang kau robek-robek itu,
lalu di-tambah-nya kembali dengan teliti,
sesuai apa yang dipesan oleh Wan Tik Jo,
ia serahkan ke-5 Kitab Giok-lek itu kepada Orang-orang tertentu.
Belakangan Wan Tik Jo amat hati-hati
takut melakukan kesalahan
maka Kitab-kitab itu ia simpan dan di-kunci dalam lemari,
sehingga engkau tidak bisa merobek-nya lagi, benar tidak ?
Coba kau mengingkari lagi ?.
Karena hati-mu jahat,
bencana sudah di depan mata-mu,
sebetul-nya aku tidak tega melihat engkau mati menggenaskan,
lalu ia dorong Menantu-nya itu hingga jatuh mem-bentur kursi.
Wan Tik Jo dan Istri-nya ter-jaga bangun
karena kaget oleh suara gaduh jatuh-nya kursi,
apa yang mereka lihat dalam mimpi sama.
* * *
Karena takut di-maki Suami-nya,
Istri-nya justru mengomel terlebih dahulu,
"Kalau percaya ya ada Malaikat, kalau tidak percaya, ya tidak apa-apa … ",
belum habis ia bicara
mendadak di-lihat-nya segulung benda hitam besar
menggelinding masuk lewat jendela
menerjang ke arah tempat tidur,
karena sangat kaget dan ketakutan ia menjerit ngeri,
badan gemetar dan ber-keringat,
dengan muka pucat ia memeluk Suami-nya,
"Kalau benar demikian, lekas-lah kau menyalin Kitab Giok-lek lebih banyak untuk menebus dosa-ku".
* * *
Peristiwa yang beruntun ini
benar-benar menyadarkan Wan Tik Jo akan kenyataan yang di-hadapi-nya,
ia tahu bahwa Istri-nya memang benar telah melanggar pantangan besar,
kemungkinan bahaya kematian sewaktu-waktu akan menimpa diri-nya
padahal ia tahu bahwa Istri-nya sedang mengandung beberapa bulan,
dalam usia yang sudah mendekati setengah abad
dan belum dikaruniai Keturunan lagi,
sudah tentu Wan Tik Jo tidak mau berpeluk tangan,
betapa risau dan bingung hati-nya dapat-lah dibayangkan.
Malam itu badan Istri-nya mulai panas,
perut-nya juga sakit bukan main,
beberapa Tabib pandai telah di-undang untuk memeriksa,
obat juga sudah dihabiskan,
namun tanda-tanda mau melahirkan belum kelihatan,
bukan malah sembuh penyakit-nya justru makin gawat,
seluruh Keluarga kebingungan
dan tak tahu apa lagi yang harus dilakukan.
* * *
Seperti biasa Wan Tik Jo pasti ber-Sembahyang,
hari-hari belakangan ini
ia bahkan Sembahyang di pinggir pembaringan Istri-nya
yang juga dianjurkan ber-tobat menyesali perbuatan-nya,
ber-janji selanjut-nya tidak akan melakukan kesalahan dan berbuat Kebajikan,
seluruh simpanan-nya selama ini akan di-jual
dan akan disalurkan ke Panti Asuhan Anak-anak yatim piatu dan Orangtua jompo.
Tak lupa juga ia mendesak Suami-nya
untuk lebih banyak menyalin Kitab Giok Lek
untuk disebarkan lebih luas lagi.
* * *
Hari berganti minggu,
minggu berganti bulan,
tanpa terasa setengah tahun telah lewat.
Wan Tik Jo dan Istri tidak kenal lelah terus ber-sujud
dan mohon pengampunan kepada Para Dewa dan Malaikat,
segala perbuatan Manusia baik maupun buruk tentu ada balasan-nya.
* * *
Peristiwa itu terjadi pada suatu malam di penghujung tahun,
sambil menatap kesana kemari tampak oleh Istri Wan Tik Jo,
datang-lah seorang Hwesio ber-jubah putih
melayang masuk lewat jendela
se-tiba dalam kamar-nya
ia mengibaskan lengan baju-nya yang longgar,
lingkaran hitam yang selama ini tetap berada di bawah ranjang seketika buyar dan sirna
dengan mata terbuka lebar
ia menceritakan kejadian yang di-lihat-nya barusan
kepada tiga Wanita yang selama ini menjaga diri-nya,
ke-tiga Wanita tetangga itu menyatakan keheranan-nya,
karena mereka tidak melihat kedatangan Hwesio di dalam kamar,
namun mereka maklum,
mungkin lantaran sakit terlalu lama,
sehingga timbul angan-angan atau pandangan yang kabur.
* * *
Tapi secara nyata sejak malam itu keadaan-nya justru mulai membaik,
suhu badan-nya yang semula tinggi mulai menurun,
rasa sakit di perut-nya juga mereda,
lebih ajaib lagi 5 hari kemudian ia melahirkan Anak laki-laki yang gemuk lagi berisi,
Ibu dan Anak dalam keadaan sehat.
* * *
Beberapa tahun kemudian beruntun Wan Tik Jo, Suami-Istri memperoleh tiga Anak Laki-laki,
belasan tahun kemudian setelah besar ke-4 Putra Wan Tik Jo berhasil lulus ujian Negara,
satu per satu memperoleh penghargaan dan pangkat tinggi.
Meski bersalah dan berdosa
kalau seseorang mau insaf dan bertobat banyak melakukan Kebaikan.
Tuhan pasti akan memberi pengampunan dan akan memperoleh Kebaikan pula.